Ayo Maju indonesiaku

Tunjukkan rasa bangga menjadi bangsa indonesia

Ayo bangkit indonesiaku

Bangkitkan rasa semangat membangun negara kita indonesia

Sabtu, 14 Mei 2016

Galeri Tentang Hari Kebangkitan Nasional

1. Monumen Kebangkitan Nasional di Solo, Indonesia


2. Logo Kebangkitan Nasional Ke 100 Tahun


3. Prangko peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional




Membangkitkan Kembali Bangsa Dengan Jiwa Besar "Bung Karno"

Ada satu hal yang sudah selama puluhan tahun tidak menjadi pemikiran banyak orang, yaitu gejala bahwa Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei sudah tidak lagi diperingati secara khidmat atau selayaknya sebagai peristiwa yang penting dalam sejarah bangsa. Bagi mereka yang masih ingat kepada masa di bawah kepemimpinan Bung Karno, maka terasa sekalilah betapa besar bedanya antara peringatan Hari Kebangkitan Nasional sebelum 1965 dengan yang diselenggarakan selama Orde Baru. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang diselenggarakan sampai 1965 selalu sarat dengan dikobarkannya semangat untuk menghormati jasa-jasa para perintis kemerdekaan, semangat untuk mempersatukan bangsa, semangat untuk bersama-sama meneruskan revolusi menuju masyarakat adil dan makmur. “Api” kebangkitan bangsa ini terasa menyala-nyala dalam kesempatan semacam itu.

Sayang sekali, bahwa justru “api” inilah yang selama Orde Baru menjadi terasa pudar, redup atau “loyo”. Maka, adalah menarik (dan penting) bagi kita semua untuk merenungkan mengapa timbul gejala-gejala semacam itu. Memang, selama Orde Baru ada juga berbagai peristiwa bersejarah (antara lain : Hari Pahlawan 10 November, peringatan 17 Agustus, hari Sumpah Pemuda, hari lahirnya Pancasila, Hari Kartini dll) yang diperingati. Namun, apakah peringatan-peringatan itu bisa menyentuh jiwa banyak orang sebagai pendidikan moral dan politik? Dan, apakah peringatan-peringatan itu diselenggarakan oleh orang-orang yang betul-betul menghayati pentingnya peristiwa-peristiwa bersejarah itu ? Atau, apakah peristiwa itu diadakan sekadar sebagai upacara ritual yang “mengambang”, yang tidak berbobot, yang dangkal, dan yang sama sekali tidak berisi pesan-pesan yang berarti?

Semua soal tersebut di atas patut kita telaah. Barangkali, para pakar ilmu sejarah, pakar ilmu politik, dan pakar lainnya, dapat memberikan sumbangan untuk meneliti mengapa selama 32 tahun Orde Baru masalah-masalah sejarah perjuangan bangsa, masalah revolusi 45, masalah pendidikan moral dan pendidikan politik terasa sebagai terabaikan atau terbelakang sekali.

BUNG KARNO ADALAH DILEMMA BAGI ORDE BARU

Kalau kita telusuri dengan cermat, maka akan nyatalah bahwa masa Orde Baru yang puluhan tahun adalah periode panjang yang “mandul” dalam hal pendidikan moral bangsa, “gersang” dalam hal pendidikan politik bangsa, atau “steril” dalam hal pendidikan tentang pengabdian kepada kepentingan rakyat. Dengan dalih mengutamakan pembangunan, maka pendidikan politik telah digencet selama puluhan tahun. Kasarnya, Orde Baru adalah suatu sitem politik yang takut kepada kesadaran politik rakyat. Yang pernah dilakukan oleh Orde Baru adalah indoktrinasi politik secara otoriter dan juga salah arah, yang justru mematikan kehidupan politik yang demokratis atau kerakyatan.

Dari sudut inilah kita bisa mengerti mengapa selama puluhan tahun Orde Baru telah berusaha menghilangkan peran Bung Karno dari sejarah bangsa. Dan di sini pulalah letak dilemma yang dihadapi oleh Orde Baru. Sebab, seandainya tokoh-tokoh Orde Baru mau berbicara tentang sejarah (yang benar) tentang perjuangan bangsa, maka terpaksalah mereka juga berbicara tentang peran dan ketokohan Bung Karno. Sedangkan, bagi Orde Baru, berbicara tentang ketokohan Bung Karno (yang sebenarnya!) adalah merugikan. Sebab, Bung Karno adalah musuh Orde Baru. Sejarah (yang sebenarnya) tentang latar belakang penggulingan kekuasaan Bung Karno oleh para pendiri Orde Baru/GOLKAR adalah sesuatu yang tidak bisa dibangga-banggakan oleh mereka, bahkan telah ditutup-tutupi, atau diputar-balikkan (tentang soal ini ada catatan tersendiri).

Oleh karena itu, seperti yang kita saksikan selama puluhan tahun, Orde Baru telah menempuh berbagai cara untuk “memperkecil” peran dan ketokohan Bung Karno dalam sejarah perjuangan bangsa, atau “merusak”-nya sama sekali. Antara lain dengan menyebarkan isyu tentang keterlibatannya dalam G30S, atau mengecam kedekatannya dengan PKI. Orde Baru juga menciptakan suasana sehingga para pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat tidak berbicara atau menyinggung nama Bung Karno dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat publik. Karena itu, selama puluhan tahun, banyak orang yang takut atau segan, atau tidak mau menyinggung nama Bung Karno, ketika mereka berbicara tentang sejarah perjuangan melawan kolonialisme Belanda atau ketika bicara tentang revolusi 45.

Sekadar sebagai contoh : adalah suatu hal yang menarik, kalau di kemudian hari bisa diadakan penelitian tentang pidato-pidato Suharto selama 30 tahun menjabat sebagai presiden. Berapa kalikah selama itu ia pernah bicara tentang sejarah kebangkitan nasional, tentang perjuangan menentang imperialisme dan kolonialisme, tentang peran sejarah Bung Karno, tentang revolusi 45, tentang lahirnya Pancasila?

BUNG KARNO ADALAH PROMOTOR KEBANGKITAN BANGSA

Dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, mau tidak mau kita harus mengingat kembali perjalanan sejarah bangsa kita, yang dimulai dengan lahirnya gerakan nasionalis pertama Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, hampir seratus tahun yang lalu. Pergerakan nasional ini dipimpin oleh Dokter Soetomo di Jakarta. Dengan dorongan dilahirkannya Boedi Oetomo ini, kemudian lahirlah di Surabaya dalam tahun 1912 Sarekat Islam di bawah pimpinan Haji O.S. Tjokroaminoto bersama Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Sarekat Islam kemudian pecah menjadi SI merah dan SI putih. Dalam tahun 1912 itu lahir pula satu gerakan politik yang amat penting, yaitu Indische Partij yang dimpimpin oleh Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi), R.M. Suwardi Suryaningrat dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Tahun 1913, partai ini dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda dan pemimpin-pemimpinnya ditangkapi dan kemudian dibuang dalam pengasingan.

Sebagai buntut perkembangan ini, maka pada tahun 1914 lahir di Semarang satu organisasi berfaham kiri (komunis), yaitu Indische Sociaal Demokratische Vereeniging (ISDV) di bawah pimpinan Sneevliet dan Semaun. Dalam tahun 1920 (23 Mei) ISDV ini telah berobah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), dengan pimpinan Semaun juga. Dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda, PKI telah mencetuskan pembrontakan di Banten, Jakarta dan Yogyakarta dalam tahun 1926, dan kemudian juga di Sumatera Barat dalam tahun 1927. Setelah pembrontakan itu ditindas oleh pemerintahan kolonial Belanda, maka ribuan pimpinan dan anggota PKI ditangkapi, dan kemudian dibuang dalam pengasingan di Tanah Merah (Digul).

Perjuangan besar PKI melawan Belanda ini, setelah mengalami penindasan hebat sekali, telah diteruskan oleh Ir Soekarno dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927. Pimpinan PNI waktu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Bung Karno, yang ketika masih mahasiswa di Bandung dan berumur 22 tahun sudah menghadiri Kongres PKI, kemudian terus berkembang menjadi seorang pemimpin gerakan nasionalis yang Muslim dan yang berhaluan kiri. (Sekedar untuk menyegarkan lagi ingatan kita bersama : dalam tahun 1926 ia sudah menulis untuk majalah Suluh Indonesia artikel tentang pentingnya persatuan perjuangan antara pergerakan politik yang beraliran nasionalisme, agama dan marxis).

Dengan menelusuri perkembangan berbegai gerakan nasional melawan kolonialisme Belanda sejak lahirnya Boedi Oetomo dalam tahun 1908 sampai 1965, maka nampak nyatalah bahwa Bung Karno adalah promotor atau penerus gerakan kebangkitan nasional. Bukan itu saja. Dari apa yang sudah diperjuangkannya sejak tahun 20-an sampai ia menjabat kepala negara, jelaslah kiranya bahwa Bung Karno telah muncul sebagai pemimpin besar kebangkitan bangsa. Gagasan-gagasan besarnya tentang kebangkitan bangsa ini telah dituangkannya dalam tindakan-tindakannya, dalam tulisan-tulisannya, dalam pidato-pidatonya, singkatnya : dalam perjalanan hidupnya. Kebangkitan bangsa adalah idam-idaman Bung Karno, menuju persatuan dan kerukunan bangsa demi memperjuangkan tercapainya masyarakat adil dan makmur.

GERAKAN KEBANGKITAN NASIONAL ADALAH KIRI

Dalam konteks perkembangan sejarah perjuangan melawan kolonialisme, gerakan-gerakan seperti Boedi Oetomo, Perhimpunan Indonesia (PI) di Nederland, Sarekat Islam, PKI, PNI, Partindo, GAPI, Gerindo dan lain-lainnya, bolehlah kiranya dikatakan bahwa semua gerakan itu berhaluan kiri, atau, setidak-tidaknya memiliki aspek-aspek kiri. Sebab, dalam sejarah modern dunia atau literatur politik dunia, kata “kiri” disebut untuk mengungkapkan fikiran, sikap atau kegiatan yang menghendaki, antara lain : adanya perobahan dalam masyarakat untuk memperjuangkan keadilan sosial, melawan penindasan atau pemerasan terhadap rakyat banyak, melawan kediktatoran modal atau melawan kekuasaan sewenang-wenang segolongan orang atau suatu kekuasaan politik. Dalam konteks perjuangan melawan kolonialisme Belanda, gerakan yang secara tegas atau radikal melawan Belanda waktu itu telah digolongkan kiri. Gerakan kiri ini juga termanifestasikan dalam sikap “non-koperasi” (tidak mau kerjasama) dengan pemerintahan kolonial.

Dengan pengertian itu maka bisa dilihat bahwa perjuangan nasional melawan kolonialisme Belanda yang dipimpin oleh Bung Karno sejak tahun 1927 adalah gerakan kiri. Oleh karena itu pulalah Bung Karno (bersama-sama kawan-kawannya yang lain) dianggap berbahaya oleh pemerintah Belanda, dan kemudian harus ditangkap, diadili, dipenjarakan dan kemudian dibuang dalam pengasingan. Demikian juga halnya dengan PNI, yang karena dianggap berbahaya maka dinyatakan sebagai partai terlarang, dan harus dibubarkan.

Oleh karenanya, dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda kata “kiri” mempunyai arti yang terhormat di kalangan kaum pergerakan. Ini berlainan dengan kata “kanan” yang mempunyai konotasi yang negatif (umpamanya konotasi : sikap tidak tegas, sikap penakut, plintat-plintut, sikap “lunak” atau condong “kompromi”, bahkan ketaklukan atau pengkhianatan). Wajarlah kalau, pada waktu itu, para ambtenaar “inlander” (orang-orang Indonesia yang bekerja-sama dengan pemerintah kolonial Belanda) menganggap orang-orang kiri sebagai orang-orang yang jahat.

Pengertian yang sama juga bisa ditrapkan kepada peristiwa bersejarah lainnya, yaitu pembrontakan PKI tahun 1926. Bagi mereka yang berjuang melawan kolonialisme Belanda, peristiwa ini mendapat tempat yang terhormat dalam hati. Sebab, ini adalah manifestasi gerakan kiri yang menonjol, yang kemudian telah memberikan inspirasi bagi kelanjutan perjuangan bangsa selanjutnya. Pembrontakan PKI tahun adalah bagian penting dari sejarah kebangkitan nasional, dan telah memberikan sumbangan penting pula kepada kebangkitan bangsa.

Dalam rangka memperingati HUT ke-100 Bung Karno patutlah kiranya sama-sama kita ingat bahwa Bung Karno mempunyai peran sejarah yang penting dalam meneruskan, mengembangkan dan memimpin kebangkitan nasional yang dimulai 20 Mei 1908. Buku “Dibawah Bendera Revolusi” jilid pertama dan kedua, serta pidato-pidatonya yang lain, memantulkan dengan jelas gambaran betapa “gandrung”-nya (cinta-besarnya) kepada kebangkitan bangsa.

Sebaliknya, mohon sama-sama kita renungkan, betapa sedihnya bagi bangsa kita (termasuk bagi generasi yang akan datang) bahwa sejarah kebangkitan bangsa yang dipimpin oleh Bung Karno ini, telah secara besar-besaran dan juga dalam jangka lama, mengalami “de-politisasi”, atau “de-sukarnoisasi” atau “de-revolusi”. Mohon juga sama-sama kita tafakurkan, betapa sedihnya bahwa selama puluhan tahun ini Hari Kebangkitan Nasional ini telah diperingati secara hambar, secara dangkal, secara palsu, atau secara kosong-jiwa. Ini tidak hanya di Jakarta saja, melainkan juga di daerah-daerah atau di kota-kota kecil. Juga betapa sayangnya, bahwa tidak banyak tulisan-tulisan dalam media pers, yang berani (atau yang mau!) mengangkat peran sejarah Bung Karno yang cukup penting sebagai penerus atau pendorong kebangkitan bangsa. Dalam hal ini, dosa para pendukung setia Orde Baru adalah besar sekali.

BUNG KARNO YANG “KIRI” DIMUSUHI ORDE BARU

Dari sejarah penggulingan Bung Karno oleh para pendiri Orde Baru/GOLKAR, yang latar-belakangnya mulai terbuka sedikit demi sedikit, maka jelaslah bahwa ia telah dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan tertentu dalamnegeri (dan sekaligus juga oleh kekuatan-kekuatan luarnegeri) disebabkan oleh pendirian politiknya, gagasan-gagasannya dan cara berfikirnya. Dalam berbagai kesempatan, sejak umur 25 tahun, ia menyatakan bahwa ia adalah seorang nasionalis, yang sekaligus juga seorang penganut agama Islam, dan yang menggunakan metode berfikir marxis dalam memandang berbagai persoalan masyarakat dan bangsa.

Pendiriannya atau cara berfikirnya inilah yang telah membikin Bung Karno menjadi tokoh besar sejak ia menulis dalam Suluh Indonesia (1926) tentang gagasannya yang kemudian menjadi konsep NASAKOM di kemudian hari, sejak ia mengucapkan pidatonya yang bersejarah “Indonesia Menggugat”, sejak ia mendorong lahirnya Sumpah Pemuda (1928). Pendiriannya atau cara berfikirnya inilah yang menyebabkan ia dipenjara dan kemudian dibuang dalam pengasingan. Pendiriannya atau cara berfikirnya ini pulalah yang telah melahirkan Pancasila, yang melahirkan Konferensi Bandung, yang membikin terdengarnya pidatonya “To Build The World Anew” di PBB, yang menyerukan “Go to Hell With Your Aid” kepada AS, yang melahirkan Dekon (Deklarasi Ekonomi), yang melahirkan Manipol. Juga, pendiriannya atau cara berfikirnya inilah yang mengucapkan pidatonya “Yo sanak yo kadang, malah yen mati aku sing kelangan” (Ya saudara, ya keluarga, kalau mati saya ikut kehilangan) di depan resepsi Kongres ke-6 PKI (1959) di Jakarta.

Bagi pengamat sejarah atau pengamat politik, atau siapa saja yang menaruh minat kepada sejarah perjuangan Bung Karno ada satu hal yang menarik tentang gandrungnya atau komitmennya yang besar kepada kebangkitan bangsa Indonesia. Dalam setiap pidato “17 Agustus”-nya sejak 1958 sampai 1965, Bung Karno makin lama makin banyak menyebut “revolusi”, “perjoangan” atau “revolusioner”. Mungkin dalam sejarah modern dunia, jarang ada kepala negara atau pemimpin bangsa yang berbicara soal pentingnya revolusi sesering yang dibicarakan oleh Bung Karno. (sekadar perbandingan : Kemal Attaturk? Gamal Abdul Nasser? Jawaharlal Nehru? Mao Tse-tung? Dr. Kwame Nkrumah? ).

Yang berikut adalah ajakan penulis kepada para pembaca untuk mencoba bersama-sama menjabarkan satu gejala yang unik. Yaitu ke-“unik”-an Bung Karno dalam usahanya untuk terus-menerus membangkitkan bangsa, seperti yang tercermin dalam pidato kenegaraannya 17 Agustus 1964, yang terkenal dengan judul TAVIP (Tahun Vivere Pericoloso, atau “Hidup Menyerempet-rempet Bahaya”). Dalam pidatonya yang cukup panjang itu, Bung Karno telah mengucapkan kata-kata : “revolusi” lebih dari 140 kali, “revolusioner” lebih dari 30 kali, “rakyat” lebih dari 80 kali, “imperialis” lebih dari 30 kali, “perjuangan” lebih dari 20 kali, “Nasakom” lebih dari 7 kali, “buruh“ lebih dari 10 kali, “tani” lebih dari 12 kali.

Kalau direnungkan dalam-dalam, maka memang luarbiasa Bung Karno kita ini ! Dengan membaca kembali pidato TAVIP-nya Bung Karno itu (juga pidato-pidatonya yang lain), maka nyatalah bahwa Bung Karno selalu berusaha membangkitkan bangsa Indonesia, untuk menjadi bangsa yang besar, bangsa yang bersatu dalam kerukunan, yang rukun dalam perbedaan, yang bergotong-royong dalam perjuangan di bawah lambang Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila (yang asli !!!). Ia telah bisa membangkitkan bangsa, sejak muda, dengan konsep-konsep perjuangan yang berjiwa revolusioner kiri.

Bung Karno menjadi tokoh besar, baik dalam tingkat nasional maupun internasional, berkat gagasan-gagasannya yang berjiwa kiri, yang konsekwen mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa, yang melawan imperialisme dan neo-kolonialisme beserta kakitangan mereka di dalamnegeri. Karena itulah maka Bung Karno dianggap berbahaya dan telah dijatuhkan oleh para pendiri Orde Baru/GOLKAR dan sekaligus juga oleh kekuatan-kekuatan asing (tentang soal ini ada catatan tersendiri).

Sejak digulingkannya Bung Karno dari kepemimpinan nasional, maka “mandeg”-lah kebangkitan bangsa selama puluhan tahun. Seperti yang bisa disaksikan dewasa ini, apa yang terjadi selama Orde Baru adalah keterpurukan bangsa, kemerosotan moral secara besar-besaran atau kerusakan budi-pekerti yang menyeluruh di segala bidang, terutama di kalangan “elite”, baik yang di eksekutif, legislatif, judikatif, maupun di sebagian kalangan intelektual dan kebudayaan.

Perkembangan kehidupan politik akhir-akhir ini membuktikan dengan jelas bahwa gerakan ekstra-parlementer yang kuat dan besar diperlukan sekali untuk mencegah berkelanjutannya proses pembusukan bangsa. Dari praktek-praktek sebagian terbesar partai-partai politik kelihatan nyata sekali bahwa tidak banyaklah yang bisa diharapkan lagi dari mereka akan adanya perbaikan-perbaikan yang fondamental. Sebagian terbesar para anggota DPR, yang mewakili partai-partai hasil pemilu yang lalu, sudah diragukan oleh banyak orang tentang legitimasi mereka untuk berbicara atas nama rakyat. Sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih bercokol di mana-mana.

Dalam situasi yang begini rumit dan parah di segala bidang, yang ditimbulkan oleh kebobrokan sistem politik Orde Baru/GOLKAR selama lebih dari 32 tahun, maka peran gerakan ekstra-parlementer untuk membangkitkan kembali bangsa adalah penting sekali. Adalah menggembirakan bahwa akhir-akhir ini berbagai gerakan mahasiswa, gerakan pemuda, gerakan buruh, gerakan tani, perkumpulan seniman dan budayawan, LSM atau Ornop sudah terus-menerus melancarkan berbagai aksi lewat segala macam cara dan bentuk dan di beraneka bidang.

Dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang akan datang, adalah perlu sekali untuk mengenang kembali jasa dan peran Bung Karno dalam membangkitkan bangsa. Jiwa besar Bung Karno dalam terus-menerus membangkitkan bangsa dapat dijadikan sumber inspirasi bagi perjuangan berbagai golongan dewasa ini untuk meneruskan reformasi. Makin terasa sekalilah, sekarang ini, bahwa suara Bung Karno perlu didengar lagi oleh sebanyak mungkin orang.

Organisasi yang Berdiri Pada Zaman Kebangkitan Nasional

Organisasi yang Berdiri Pada Zaman Kebangkitan Nasional
    1.    Boedi Oetomo
Boedi Oetomo adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial budaya dan ekonomi yang lama kelamaan menjadi organisasi politik yang memperjuangkan kemerdekaan. Organisasi ini juga merupakan organisasi pertama yang membangkitkan semangat nasionalisme bangsa indonesia.Boedi Oetomo didirikan pada tanggal 20 mei 1908, oleh Dr.Sutomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Awalnya yang memprakarsai untuk mendirikan Boedi Oetomo ini adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo yang mempunyai cita-cita ingin mendirikan perkumpulan untuk membantu memberikan beasiswa kepada para pelajar bumiputra. Dengan lahirnya budi utomo inilah ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional.
Pada sepuluh tahun pertama Boedi Oetomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin yang pimpinannya kebanyakan berasal dari bangsawan kalangan keraton. Raden Adipati Tirtokoesoemo mantan Bupati Karanganyar dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Pakualaman merupakan salah satu bangsawan yang pernah menjadi pimpinan Boedi Oetomo.Boedi Oetomo telah memiliki tujuh cabang dibeberapa kota, seperti Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Pada kongres pertamanya Boedi Oetomo menyelenggarakan di kota Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Pada kongres di Yogyakarta ini, diangkatlah Raden Adipati Tirtokoesoemo mantan bupati Karanganyar sebagai presiden Boedi Oetomo yang pertamaPada masa kepemimpinan beliau tujuan Boedi Oetomo menjadi lebih luas dari yang dicita-citakan oleh  Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu membantu mencapai kemajuan tanah air yang harmonis di Jawa dan Madura, dengan tujuan utamanya mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran.
Pada awal didirikannya Boedi Oetomo beranggotakan para pelajar, karena semakin berkembangnya zaman, selanjutnya anggotanya kebanyakan berasal dari kalangan priyayi dan pegawai negeri. Dengan keadaan yang seperti itu, organisasi Boedi Oetomo cenderung untuk memajukan pendidikan kalangan priyayi daripada pendidikan pribumi. Didalam organisasi Boedi Oetomo ini semakin banyaknya pengaruh yang berasal dari kalangan priyayi yang lebih mengutamakan jabatannya, sehingga para pelajar merasa kecewa terhadap sikap Boedi Oetomo, kemudian memutuskan untuk keluar dan bergabung dengan organisasi lain.

2.    Sarikat Islam (SI)
Sarikat Islam didirikan pada tahun 1911 di Solo oleh Haji Samanhudi bersama-sama dengan Mas Tirtoadisuryo. Sarikat Islam pada awalnyasebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo bernama Sarikat dagang Islam dengan tujuan untuk memajukan perdagangan, melawan monopoli Cina dan memajukan Agama Islam. Penyebab dihapusnya kata-kata dagang karena keanggotaan Sarikat Islam diperluas tidak hanya terbatas kepada golongan pedagang saja. Pada tahun 1912 organisasi tersebut namanya resmi menjadi Sarikat Islam. Karena perluasan keanggotaan tersebut menjadikan bertambahnya jumlah anggota Sarikat Islam dalam waktu yang singkat. Berbeda dengan Boedi Oetomo, Sarikat Islam ini berhasil mendapatkan tempat dikalangan rakyat banyak, tidak seperti Boedi Oetomo yang dalam kenyataannya hanya beranggotakan kalangan atas saja.
Kongres pertama yang diadakan oleh organisasi Sarikat Islam diadakan di Surabaya pada bulan Januari 1913 dan terpilihlah Haji Umar Said Tjokroaminoto sebagai ketua Sarikat Islam. Perkembangan Sarikat Islam semakin meningkat hingga pada tahun 1914 sudah terdapat 56 perkumpulan Sarikat Islam Lokal. Keadaan tersebut membuat khawatir pemerintah kolonial, sehingga mulailah dicari jalan untuk menahan perkembangan organisasi ini agar tidak membahayakan pemerintah kolonial Belanda.
                         Berikut tujuan didirikannya Sarikat Islam sebagai berikut :
  • Mengembangkan jiwa dagang.
  • Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
  • Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
  • Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
  • Hidup menurut perintah agama.

3.    Indische Partij (IP)
Organisasi ketiga yang didirikan sejak kebangkitan nasional adalah Indische Partij. Sebuah partai yang didirikan pada tahun 1912 oleh tiga serangkai yaitu Douwes Dekker atau Setiabudi, dr.Tjipto Manggunkusumodan Suwardi Suryaningrat yang dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.Tujuan Indische Partij adalah membangun dan meningkatkan jiwa patriotisme antara semua golongan untuk memajukan tanah air dengan dilandasi jiwa nasional, serta mempersiapkan diri bagi kehidupan rakyat yang merdeka. Pemerintah kolonial Belanda bersikap tegas terhadap organisasi Indische Partij menolak permohonan untuk mendapatkan pengakuan sebagai badan hukum pada bulan Maret 1913. Kegiatan organisasi Indische Partij dianggap membahayakan pemerintah kolonial, maka tiga serangkai Douwes Dekker, dr.Tjipto Manggunkusumo dan Ki Hajar Dewantara dihukum buang dan tiga serangkai tersebut akhirnya memilih negeri Belanda sebagai tempat pengasingan. Selama dalam pengasingan itu mereka tetap berusaha untuk menanamkan jiwa nasional dan menggerakkan orang Indonesia di negeri Belanda supaya menuntut Indonesia merdeka.

4.    Muhammadiyah 
Muhammadiyah adalah gerakan modernis islam yang paling berpengaruh di Indonesia dan gerakan ini lebih berhati-hati dalam menghadapi perubahan politik. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Organisasi ini didirikan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan dari beberapa orang anggota Boedi Oetomo untuk mendirikan suatu organisasi pendidikan yang bersifat permanen. Organisasi Muhammadiyah mempunyai tujuan untuk menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera dan memajukan agama islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, organisasi ini mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabliqh yang membicarakan tentang masalah-masalah islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar dan majalah. Muhammadiyah memiliki beberapa organisasi otonom yang berdiri sendiri dalam lingkungan Muhammadiyah. Organisasi otonom tersebut dapat digolongkan menjadi organisasi pendamping yaitu wanita yang berdampingan dengan Muhammadiyah dalam mencapai cita-cita organisasi dan organisasi kader yang akan melanjutkan perjuangan Muhammadiyah di masa depan. Wilayah daerah organisasi Muhammadiyah mulai diperluas setelah tahun 1917.


5.    Taman Siswa
Taman siswa adalah sebuah organisasi dibidang pendidikan atau bisa dibilang sekolah yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 juli 1922. Sekolah ini dibentuk guna mencerdaskan kehidupan bangsa karena pada saat itu sekolah yang ada di indonesia hanya buatan Belanda yang ditujukan kepada orang-orang kelas atas. Taman siswa ini menempuh jalan sulit dan panjang guna mendapat pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, sekolah ini pun sempat disegel karena pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan sekolah-sekolah liar.
Dari taman siswa ini menghasilkan sebuah prinsip yaitu, prinsip dasar dalam sekolah atau pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru adalah :
  1. Ing Ngarso sung Tulodo. Maksudnya di depan seorang pendidik harus memberi teladan dan memberi contoh tindakan yang baik.
  2. Ing Madya Mangun Karso. Maksudnya di tengah atau
  3. Tut Wuri Handayani. Maksudnya di belakang seorang guru harus bisa memberi semangat, dorongan dan arahan.
Ketiga prinsip ini digabung menjadi satu rangkaian atau ungkapan utuh, yaitu IngNgarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani  yang sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bila diterapkam kepada pelaksanaan pengajaran, maka hal itu merupakan usaha mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berfikir, dan berkerja. Kemudian mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri dibelakang tetapi dapat mempengaruhi kepada anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan Tut Wuri Handayani.

Reaksi Pemerintah Kolonial Terhadap Kebangkitan Nasional
          Kebangkitan nasional bangsa Indonesia yang pada intinya terletak kepada kesadaran diri sendiri, telah mengganggu pikiran pemerintah kolonial Belanda yang sudah lama terbiasa hidup tenang tanpa gangguan dari rakyat Indonesia. Pemerintah kolonial mulai mencari berbagai cara dalam menghadapi gerakan nasional bangsa Indonesia. Dalam menghadapi gerakan nasional bangsa Indonesia pemerintah kolonial Belanda menciptakan segala perbedaan yang terdapat diantara bangsa Indonesia yang dapat mempengaruhi perkembangan organisasi pergerakan nasional Indonesia.
          Sikap pemerintah kolonial Belanda dalam menghadapi organisasi pergerakan tergantung kepada sikap dari organisasi pergerakan itu sendiri. Mereka akan bersikap mendorong terhadap organisasi yang menurutnya tidak akan membahayakan sistem pemerintahan kolonial mereka, contohnya seperti Boedi Oetomo karena organisasi tersebut bergerak dalan bidang pengajaran dan kebudayaan. Akan tetapi, jika organisasi pergerakan itu dianggap kolonial Belanda berbahaya, maka mereka akan bersikap waspada bahkan mereka tidak akan memberikan status badan hukum seperti yang dialami oleh Indische Partij. Tetapi bukan hanya Indische Partij yang dianggap membahayakan bagi kolonial Belanda, melainkan begitu pula terhadap organisasi Sarikat Islam saat organisasi tersebut berkembang pesat dalam waktu yang singkat. Akhirnya Sarikat Islam tidak diakui oleh pemerintah sebagai badan hukum, sehingga organisasi Sarikat Islam terpecah menjadi beberapa perkumpulan lokal yang masing-masing berdiri sendiri. Sikap seperti itu mencerminkan sikap pemerintah kolonial Belanda berusaha mematikan awal timbulnya persatuan nasional dengan menggunakan taktik politik

Asal Usul Hari Kebangkitan Nasional


Kebangkitan Nasional

Tanggalan di kalender meja saya menunjukkan tanggal 20 Mei, salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ya, di tanggal ini bangsa kita menyematkannya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang.

Umumnya kita mengenal hari ini dipelopori dengan lahirnya dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Namun belakangan terkuak lagi pendapat berbeda bahwa organisasi yang mempelopori semangat kebangkitan nasional adalah Sarekat Dagang Islam yang lahir pada tahun 1905. Bagaimana sejarah berdirinya kedua organisasi ini?

Sarekat Dagang Islam dan asal usul kebangkitan nasional

Sarekat Dagang Islam (SDI) merupakan organisasi pertama kali lahir di Indonesia 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. Tujuan awal didirikan SDI adalah untuk menentang masuknya pedagang asing untuk menguasai perekonomian rakyat masa itu. Sarekat Dagang Islam memang bergerak di bidang perdagangan, khususnya batik di kota Solo. Namun pergerakan dalam jejaring pasar batik ini memiliki dimensi lain sebagai alat perjuangan.

Di tahun yang sama pada 17 Juli 1905 juga telah berdiri organisasi Djamiat Choir yang dipelopori oleh bangsawan arab dan bergerak di bidang pendidikan, dengan mendirikan sekolah di Jakarta. Dengan pergerakan pribumi lewat Sarekat Dagang Islam dan Djamiat choir ini Belanda kala itu gerah dengan pergerakan dagang dan pendidikan ini menyuarakan kesadaran untuk merdeka. Khawatir perlawanan semakin menjadi Belanda kemudian mendirikan Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 untuk mengimbangi pergerakan pribumi tadi.

Di tahun yang sama pula Belanda mengeluarkan konsep politik etis atau politik balas budi. Politik ini dikatakan sebagai suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Dengan membangun irigasi untuk perairan pertanian, emigrasi lewat program transmigrasi ke daerah pertanian dan mendirikan sekolah baik untuk kaum priyai ataupun masyarakat biasa.

Dengan perkembangan sosial dan politik pada tahun 1912 pergerakan Sarekat Dagang Islam yang awalnya hanya ekonomi dan sosial kemudian diperlebar ke arah politik dan agama. Pada saat itu HOS Tjokroaminoto menggagas SDI untuk mengubah nama dan bertransformasi menjadi organisasi pergerakan yang hingga sekarang dikenal dengan Sarikat Islam.

Budi Utomo dan asal usul Kebangkitan Nasional

Gerakan Budi utomo lahir di salah satu ruang Belajar STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera). Sekolah ini dimunculkan pemerintah Belanda kala itu untuk menjawab kebutuhan tenaga medis. Karena akan memakan biaya besar jika mendatangkan dokter dari negaranya, Belanda kemudian mendidik pribumi untuk menjadi mantri atau sekarang lebih dikenal dengan istilah perawat.

Hari itu, minggu 20 Mei 1908 pukul Sembilan pagi, Soetomo menjelaskan gagasannya di depan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeraji serta Dr. Wahidin Sudirohusodo. Pada awalnya organisasi ini bukan organisasi politik, tetapi bergerak di bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun kemudian berubah menjadi cikal bakal gerakan yang bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia.

Bagaimana pergerakan Budi Utomo kala itu? Dituliskan dalam buku fenomenal “Api Sejarah” karangan sejarawan terkemuka Indonesia Ahman Mansur Suryanegara. Di halaman 335 dan 343 secara gamblang dijelaskan bahwa organisasi Budi Utomo adalah organisasi eksklusif bagi suku Jawa dan bangsa asing (Eropa dan Cina).

Disebutkan bahwa selama ini Budi Utomo dianggap sebagai pelopor pergerakan kebangkitan bangsa, tapi faktra berkata lain. Keputusan kongres Budi Utomo di Surakarta pada 1928, justru menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia. Bahkan, Budi Utomo cenderung “mendukung” pemerintah kolonial (Belanda) dengan bersikap lunak dan kooperatif.
Disebutkan di dalam buku ini menjadi jelas jawabannya mengapa ketika banyak organisasi dibredel oleh pemerintah kononial, Budi Utomo tetap aman sentosa. Boleh dibilang bahwa Budi Utomo merupakan “anak kesayangan” pemerintah Belanda pada saat itu.

Penetapan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional

Tahun 1946 bisa menjadi tahun menegangkan bagi Kabinet Hatta (1948-1949) dimana mendapat serangan balik dari kudeta 3 Juli 1946 oleh Tan Malaka dan Mohammad Yamin. Saat itu, pembelaan Tan Malaka dan Muhammad Yamin kala itu dimuat di media cetak dan radio mendorong Hatta untuk menetapkan hari kebangkitan Nasional. Alasan utamanya adalah pembelaan ini akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang menghadapi perang kemerdekaan. Untuk itu pemerintah Hatta merasa perlu ditetapkan tanggal kebangkitan Nasional untuk memupuk kembali semangat perjuangan melawan penjajah.

Pilihan Kabinet Hatta jatuh pada Budi Utomo yang saat itu sudah mati. Alasannya adalah organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia. Pada saat yang bersamaan masih banyak organisasi yang masih hidup bahkan lahir lebih dulu dari Budi Utomo seperti Sekirat Dagang Islam (16 Oktober 1905), Serikat Islam (1912), Perserikatan Muhammadiya (18 November 1912), Persatuan Islam (12 September 1923) atau Nahdatul Ulama (31 Januari 1926). Dengan alasan nasionalisme Budi Utomo dipilih karena tidak mengindikasikan Islam, namun tak bisa dipungkiri bahwa saat itu muncul banyak pergerakan Islam karena mayoritas penduduk Indonesia kala itu adalah muslim.

Terlepas dari perbedaan pendapat yang berkembang, hal penting yang menurut saya perlu diperhatikan adalah sejarah. Generasi muda perlu mengenal betul sejarah dan menteladani pahlawan bangsanya. Tidak sedikit negara maju seperti Cina dan negara-negara di Eropa yang berkembang karena belajar dari sejarah bangsanya.

Mari kita jadikan hari Kebangkitan Nasional ini sebagai momentum untuk lebih memperbaiki bangsa ini belajar dari perjlanan panjang sejarah yang sudah dilewati.

Tokoh Kebangkitan Nasional

Sebuah bangsa tak kan mampu berdiri sendiri tanpa jasa daripada tokoh-tokoh dibelakang kebangkitan Indonesia. Inilah 8 tokoh yang sangat berpengaruh terhadap  Kebangkitan Nasional yang berperan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia dan yang menorehkan sejarah dalam perjalanan bangsa ini.
1. Dr. Sutomo
Beliau adalah pendiri Budi Utomo yang dimana selalu diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada 20 Mei 1908 beliau bersama rekan-rekan lulusan STOVIA mendirikan Budi Utomo, sebuah organisasi yang membuat Indonesia menghadapi suatu zaman yaitu pergerakan nasional. Organisasi Budi Utomo merangsang rakyat Indonesia agar lepas dari kehidupan terjajah dan menuju kemerdekaan.




2. Ki Hajar Dewantara
Siapa yang tak kenal tokoh satu ini? Tokoh yang merupakan pelopor pendidikan bagi bangsa Indonesia pada zaman penjajahan. Tokoh yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ini mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberikan kesempatan kepada kaum pribumi untuk mengecap indahnya bangku pendidikan. Selain itu beliau juga turut serta dalam pendirian Budi Utomo. Hari Kelahirannya, yakni pada tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan. Tanpa beliau, bangsa kita tidak akan pernah menikmati indahnya masa-masa sekolah dan mengenyam pendidikan.


3. Ernest François Eugène Douwes Dekker
Beliau mendirikan Nationale Indische Partij pada tahun 1912 yang merupakan sebuah partai politik. Menilai Budi Utomo terbatas pada bidang kebudayaan saja, maka Douwes Dekker mendirikan sebuah partai politik. Ernest François Eugène Douwes Dekker masih terhitung saudara dengan pengarang buku Max Haveelar, Eduard Douwes Dekker. Douwes Dekker sendiri yang tidak sepenuhnya berdarah Indonesia, namun ia dengan segenap jiwa dan raga berjuang untuk pergerakan nasional Indonesia. National Indische Partij pun aktif dalam berbagai organisasi internasional, seperti Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan, serta Liga Demokrasi Internasional untuk menarik perhatian dunia internasional. Douwes Dekker mencurahkan pikiran dan tenaganya demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

4. Dr. Cipto Mangunkusumo
Beliau merupakan dokter profesional yang cenderung lebih dikenal sebagai tokoh pergerakan nasional. Bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker, beliau mendirikan partai politik Nationale Indische Partij. Pada awalnya Dr. Cipto Mangunkusumo bergerak sebagai dokter pemerintahan dibawah Belanda. Namun karena beberapa tulisannya dalam De Express yang cenderung mengkritik kekejaman pemerintahan Belanda, akhirnya beliau diberhentikan sebagai dokter pemerintahan. Hal tersebut membuat beliau semakin intens melakukan perjuangan, dengan sepenuh hati memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

5. Soekarno

Kebangkitan nasional bukan saja pada masa berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional, namun hingga saat ini juga. Soekarno berjasa besar bagi bangsa Indonesia. Perjuangannya menjelang detik-detik proklamasi tidak dapat dilupakan. Aktif dalam organisasi PUTRA yang berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia pun tidak dapat dilupakan. Walaupun setelah kemerdekaan, pada masa demokrasi terpimpin ia bertindak bagaikan diktator, semua jasanya tak dapat dilupa. Pada saat agresi militer I ketika Indonesia terdesak, beliau memerintahkan Syafrudin Prawiranegara untuk melanjutkan perjuangan Indonesia dengan mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Walaupun dengan risiko ditangkap oleh Belanda karena kondisi Yogyakarta pada saat itu masih sangat rawan. Inilah semangat perjuangan yang harus dimiliki segenap bangsa.

6. Mohammad Hatta
Beliau turut aktif dalam beberapa organisasi pergerakan. Beberapa kali ditangkap oleh Belanda tidak memupuskan semangat perjuangannya. Beberapa organisasi seperti Indische Vereeniging dan Club Pendidikan Nasional Indonesia pernah ia geluti. Perannya sebagai Bapak Proklamator menjadi faktor utama yang membuat dirinya dikenal oleh khalayak ramai. Pada sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Indonesia, beliau diangkat menjadi wakil presiden Republik Indonesia dan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

7. Soeharto
Berbagai jasanya berhasil membuat Indonesia mempertahankan kemerdekannya dan maju sehingga bisa dikenal oleh dunia. Serangan Oemoem dan penumpasan PKI tak lepas dari kinerja beliau. Beberapa program yang dilancarkan semasa beliau menjabat sebagai presiden pun mampu mengangkat nama Indonesia di dunia Internasional. Indonesia mengalami kebangkitan pada masa-masa kejayaan tersebut. Kurs Rupiah terhadap mata uang asing pun tak seperti sekarang ini yang terus melambung. Kesejahteraan pun bisa dilihat, walaupun lama kelamaan Indonesia mengalami kemeresotonnya juga. Dan beliau terpaksa mundur dari jabatan presiden yang telah dijabat selama 30 tahun lebih. Namun, jasa beliau bagi Indonesia tak akan boleh dilupakan.

8. BJ Habibie
Walaupun dirinya hanya menduduki bangku presiden tak lama, tapi ada sesuatu yang membuat beliau menjadi seorang tokoh kebangkitan Nasional. Pemerintahannya diisi dengan demo hampir setiap hari karena kepemimpinannya dianggap meneruskan Orde Baru. Tetapi beliau merupakan jenius teknologi Indonesia. Indonesia tidak memiliki anak bangsa seperti ini lagi seperti Habibie. Akan sulit untuk mencari jenius seperti beliau dalam beberapa waktu ini. Pemikiran cemerlangnya menyumbangkan berbagai macam keuntungan bagi Indonesia. Pada saat tersebut, kita membuktikan bahwa anak Indonesia bisa juga mengalahkan pemikiran-pemikiran orang jenius yang terdapat di dunia ini.

Sejarah Hari kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei. Kebangkitan Nasional merupakan masa bangkitnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun oleh Negara Belanda. Kebangkitan Nasional ditandai dengan 2 peristiwa penting yaitu

berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli. Pada tahun 1912 partai politik pertama Indische Partij berdiri. Ditahun 1912 itu juga berdiri Sarekat Dagang Islam (Solo) yang didirikan oleh Haji Samanhudi mendirikan, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta serta Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera di Magelang Jawa Timur.

Suwardi Suryoningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis Als ik eens Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda), pada tanggal 20 Juli 1913 yang memprotes keras rencana pemerintah Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaannya di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo serta Suwardi Suryoningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi “karena boleh memilih”, keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Namun Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto karena sakit dipulangkan ke Indonesia.

Tokoh-tokoh sejarah kebangkitan nasional, antara lain: Gunawan, Sutomo, dr. Tjipto Mangunkusumo, dr. Douwes Dekker, Suwardi Suryoningrat (Ki Hajar Dewantara), dan lain-lain. Tanggal 20 Mei 1908, berdirinya Boedi Oetomo, dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Sejarah Singkat Boedi Oetomo
Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.
Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:
Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.
Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.

Berdirinya Boedi Oetomo
Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.

Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.
Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya.

“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.

Arti Kebangkitan Nasional

Tanggal 20 Mei dan menurut agenda sejarah perjalanan bangsa hari merupakan hari kebangkitan nasional.Sembilan puluh semblan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908, berdirilah organisasi Boedi Oetomo, yang dikemudian dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Saat itu bangkitlah suatu kesadaran tentang kesatuan kebangsaan untuk menentang kekuasaan penjajahan Belanda yang telah berabad-abad lamanya berlangsung di tanah air Indonesia.

Boedi Oetomo pada saat itu, merupakan perkumpulan kaum muda yang cerdas dan peduli terhadap nasib bangsa, yang antara lain diprakarsai oleh ; Dr. Soetomo, Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Goenawan dan Suryadi Suryadiningrat (Ki Hadjar Dewantara).

Semangat kebangkitan nasional muncul, ketika bangsa Indonesia mencapai tingkat perlawanannya yang tidak dapat dibendung lagi, untuk menghadapi kekuasaan kolonial Belanda yang tidak manusiawi dan tidak adil. Penegasan tekad bangsa untuk bebas dan merdeka dari belenggu kolonialisme dan imperialisme.

Kebangkitan kesadaran atas kesatuan kebangsaan atau nasionalisme yang lahir pada 20 Mei 1908, kemudian menjadi tonggak perjuangan yang terus berlanjut. Muncullah kemudian Jong Ambon (1909), Jong Java dan Jong Celebes (1917) Jong Sumatera dan Jong Minahasa (1918). Pada tahun 1911 juga berdiri organisasi Sarikat Islam, 1912 Muhammadiyah, 1926 Nahdlatul’Ulama, dan kemudian pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia.

Perjuangan yang panjang itu, akhirnya mencapai puncaknya pada kemerdekaan bangsa, yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara kita seperti ditegaskan oleh para pendirinya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ditegakkan berdasarkan prinsip Negara Hukum.

Karena itu, NKRI pada dasarnya mengelola kekuasaan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan kekuasaan. Hukum adalah kekuasaan, bukan kekuasaan adalah hukum. Dalam proses politik, kita pun pernah terjebak dalam suatu periode dimana kekuasaan ditegakkan berdasarkan kekuasaan, bukan berdasarkan hukum. Kekuasaan adalah hukum itu sendiri. Maka akibatnya kekuasaan cenderung otoriter, sentralistik dan represif.

sembilan tahun silam juga pada saat reformasi dan jatuhnya kekuasaan mantan presiden soeharto menjelang hari kebangkitan nasional. sungguh momentum yang tepat untuk melakukan perebuhan terutama di bidang hukum , setelah 9 tahun kita reformasi apa yang kita dapatkan ?????. jujur saya jawab. kemelaratan, kesusahan , KKN tambah parah di zaman ini karena kebanyakan mengambil kesempatan dalam kesempitan alias mumpung jadi pejabat, lowongan kerja juga sulit minimal cari kerja yang layak tamatan D3 tetapi jadi anggota dewan minimal smu , sungguh ironis memang .

Jika negitu apa makna hari kebangkitan nasional , berusaha menuju Indonesia yang lebih maju “itu kata pejabat berwewenang saat perayaan hari kebangkitan nasional” tetapi setelah lewat sehari aja peringatannya kembali lagi keselera asal deh.

Jangan samakan kebangkitan nasionalsekarang dengan zaman dahulu karena sangatlah berbeda dulu kita masih di jajah dan tujuannya adalah mempersatukan kekuatan khususnya kaum muda tetapi sekarang hanya untuk membangkitkan generasi yang bapak-bapak atau ibu-ibu nya yang sedang berkuasa sekarang. sebenarnya makna dari hari kebangkitan nasional bukan terletak pada perayaannya ,tapi cenderung terletak pada bagaimana niat para pemimpin kita untuk membangkitkan indonesia ke arah yang lebih baik.

Hari Kebangkitan Nasional

Berikut saya akan membahas mengenai Harkitnas…

Sebagai Pemuda yang peduli akan kemajuan bangsa.. sudah sepantasnyalah kita memperingati momen bersejarah tanggal 20 mei sebagai simbol Kebangkitan Bangsa.

Banyak ahli sejarah yang kini menggugat tanggal berapa seharusnya hari kebangkitan nasional diperingati. Sebagian pro dan Sebagian kontra jika ditanya tentang keabsahan hari tersebut .Dari buku sejarah diyakini tanggal 20 mei sebagai hari kebangkitan nasional, hal ini di latarbelakangi karena organisasi Budi Utomo yang berdiri pada 20 mei 1908. Namun banyak dari rakyat Indonesia sendiri yang tidak memahami akan Harkitnas

Latar Belakang

Dipelopori oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo tamatan STOVIA, seorang murid yang cerdas dan pandai. Saat mengunjungi Jakarta dan bertemu dengan pelajar-pelajar STOVIA, ia melontarkan gagasan agar para mahasiswa segera mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan derajat bangsa. Kemudian bersama Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA seperti Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji mereka mendirikan Boedi Oetomopada hari Minggu tanggal 20 Mei 1908.

Pada rapat-rapat awal Budi Utomo selain mahasiswa STOVIA, hadir juga pelajar sekolah menengah pengrehpraja OSVIA (sekarang pamong praja), pendidikan guru Kweekschool dan sekolah pertanian dan kehewanan (Middelbare Landbowschool en Veartsenij), sehingga pada Juli 1908 jumlah anggota Budi Utomo telah mencapai 650 orang. Karena cukup banyak masyarakat non mahasiswa yang bergabung maka Budi Utomo menjadi “Partai Priyayi Kecil Jawa” yang pada akhir 1909 beranggotakan kurang lebih 10.000 orang.

Budi Utomo dianggap sebagai simbol perjuangan Indonesia. Namun setelah ditelaah Budi Utomo ternyata tak layak menjadi simbol kebangkitan bangsa Indonesia. kenapa ??? hal ini di dasari Bahwa keputusan konggres Budi Oetomo di Surakarta tahun 1928, justru menolak pelaksanaan cita – cita persatuan Indonesia. Bahkan cenderung Budi Oetomo mendukung pemerintah kolonial dengan bersikap lakunak koperatif.

Disebutkan pula dalam buku itu (api sejarah) Karangan Ahmad Mansyur Suryanegara bahwa Budi Oetomo adalah organisasi eksklusif bagi suku Jawa dan asing (Europe dan Cina).Boleh dibilang Budi Oetomo merupakan anak kesayangan Belanda. Karena sifat feodal yang mengarah pada salah satu suku bangsa masih kental dalam struktur keorganisasian. Cita – cita kemerdekaan pun bukan tujuan organisasi. Kini perlu sejarawan yang kritis memberi jawaban atas dasar yang layak dijadikan simbol Kebangkitan Nasional. Maka dari itu timbul pertanyaan ,” kenapa Hari jadinya organisasi yang tujuaannya memihak pemerintahan kolonial Belanda di jadikan hari Kebangkitan Nasional ??

Sarikat Islam 

Serikat Islam (SI ) di bentuk pada 16 -10 -1905 oleh H. Samanhudi. Sarikat islam dulu bernama Sarikat islam dagangislam ( merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiah di Batavia.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawadan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. SI juga terkenal sebagaiKawah Candradimuka atau tempat penggodokan berbagai pemikiran tingkat dunia. Beberapa tokoh pemikir bangsa pernah terlibat, sebut saja: Oemar Said Tjokroaminoto dan Agus Salim yang merupakan tokoh bangsa Islam. Tokoh nasional seperti Ir. Soekarno hingga tokoh sosialis –komunis Tan Malaka dan Muso. SI memiliki cita -cita lebih “konkrit” dibandingkan

Melihat sejarah SI yang peduli banyak pihak yang mempertanyakan tanggal kelahiran budi utomo yaitu 20 Mei 1908 sebagai hari kebangkitan Nasional. masih banyak suara yang percaya bahwa kelahiran sarikat Islam lah yakni 16 oktober 1905 yang lebih layak diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. 16 Oktober dipnadang sebagai hari yang tepat untuk diperingati sebagai The Real National Revive ( The Born Of SI).

Penyelesaian Masalah…

Beberapa waktu lalu, secara tidak sengaja saya menemukan artikel terkait tentang Hari Kebangkitan Nasional di web eramuslim. Ide utama dari artikel tersebut adalah gugatan Rizki Ridyasmara, si penulis tentang keabsahan tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang tak lain adalah hari lahir organisasi Budi Utomo.

Ini memang pertanyaan menarik, dan layak dikaji dan dibedah lanjut bagi yang “ahli”. Cuma, menurut saya, yang terpenting bukanlah mengubah tanggal kebangkitan nasional atau mengubah apa yang ingin diperingati. Mari tanya ke pribadi masing – masing ,apakah tanggal 20 Mei sebagai Harkitnas juga masih penting? Masih membuat kita bergelora? Saya rasa tidak 100% tepat. Kebanyakan, hari-hari begini (hari peringatan nasional), dimanfaatkan oleh banyak kalangan untuk mengangkat popularitas pribadi atau kelompok dengan iklan di media elektronik dan media cetak. Tentu saja dengan jargon yang sering membuat kita tidak tergugah sama sekali. Malah tak jarang bikin jengkel. hanya menggumbar kemewahan saja

Menurut saya, yang terpenting adalah memperjelas semua peristiwa sejarah. Melepasnya dari interest-interest, apapun itu. Jika sudah demikian, mau diperingati sebagai apa terserah kita . Kalau kita punya pikiran mengubah hari apa menjadi hari itu, atau mengubah secara hakiki, misalnya Hari Kebangkitan Nasional, jadi tanggal selain 20 Mei, kita akan mengubah banyak hal lain dan hanya menambah “pekerjaan rumah” bagi negeri ini

Jika alasan Harkitnas yang jatuh 20 Mei itu bias Jawa (karena memeringati BO), hal yang sama juga harus kita lakukan untuk memperingati Kartini. Tanya orang Sunda, apa yang mengesankan dari selir Jepara ini? Apakah karena dia menulis surat ke keluarga Belanda, ia bisa dianggap membebaskan perempuan? Kalau mereka boleh memilih, tentu mereka lebih suka dengan Hari Dewi Sartikaatau Hari Nyi Ageng Serang, atau bahkan Hari Dayang Sumbi. Dan pasti Anda akan mendapatkan jawaban yang beragam jika Anda tanya ke orang Aceh, orang Minang, orang Madura, dan seterusnya.

Bagi saya, kebangkitan nasional adalah sebuah proses dan tonggaknya tak bisa disederhanakan dengan menetapkan tanggal tertentu dari sebuah momen tertentu, dari perkumpulan tertentu. Saya pun merasa ‘lucu‘ ketika kelahiran BO dimaknai demikian luar biasa seperti yang tersaji di media belakangan ini. Tetapi bangsa, kata Ben Andersson, salah satunya merupakan hasil penyulingan artefak budaya masa lalu untuk kepentingan masa kini. Bangsa membutuhkan tonggak itu. Maka, ditetapkanlah 20 Mei itu yang dianggap tonggak kebangkitan nasional.

Saya Berpendapat, tak penting mengganti atau merevisi tanggal Hari Kebangkitan Nasional berdasarkan legitimasi sejarah yang lain. Bagi saya BO tidak lebih membanggakan dibanding SI, Indische Partij dan Perhimpoenan Indonesia. Tapi, Dr. Soetomo, ketua BO pertama, yang saat ini dikonstruksikan bak “Pahlawan Nasional”itu, bagi saya pun belum bisa dianggap mempunyai peran lebih besar dari Tiga Serangkai (Ki Hajar Dewantara, Setya Budi, Dr. Tjipto), HOS Tjokroaminoto, Marco Kartodikromo, atau Tirto Adhi Soerjo.

Hanya saja, ketika seabad lewat kebangkitan nasional dirayakan dengan megah, tapi sebagian besar orang sudah tidak lagi merasa tergugah. Pastinya ada masalah dengan konstruksi tentang bangsa, setidak-tidaknya tentang kebutuhan bangsa tentang bagaimana memaknai danmengisi kemerdekaan.

Nah hal itu yang bisa saya sampaikan ,kurang lebih dari yang saya sampaikan mohon di maafkan…

Salam Pemuda Indonesia… Jayalah Negeriku